breaking

&Sabu

&Sabu

&Networks

&Networks

&Criminality

&Criminality

✦ ✦ Unlabelled ✦ Om Liem and The Crony

Share This

Majalah TIME tak sembarangan mengkarikaturkan tokoh-tokoh dunia. Dalam edisi terbaru pekan ini, majalah bergengsi Amerika itu menggambarkan Pak Harto sedang memarahi putranya, Bambang Trihatmodjo. Ini tentulah soal gugatan Bambang Tri ke PTUN Jakarta terhadap Menkeu RI dan Gubernur BI dalam kasus likuidasi Bank Andromeda. Bos Bimantara itu digambarkan "menyerah", menangis, dan kelihatan "sedikit putus asa".

Agaknya, karikatur itu tak pas benar dengan perkembangan berita soal Bambang Trihatmodjo. Karena, hanya dua minggu setelah Bank Andromeda miliknya (25 persen) dilikuidasi, Bambang Tri "membeli izin" dan mengambil alih Bank Alfa. Tak tanggung-tanggung, putra Presiden Soeharto itu mengambil alih seluruh saham bank tersebut dari Albert Salim, putra Om Liem alias Soedono Salim. Bambang Tri membeli 99 persen saham, sisanya dimiliki adiknya, Siti Hediati Prabowo.

Bambang Tri boleh saja "mundur selangkah" dengan mencabut gugatan di PTUN Jakarta, tapi siapa bilang Bambang Tri "menangis". Dalam industri perbankan, Bambang Tri "lolos" dari Daftar Orang Tercela yang ditetapkan BI untuk para pemilik dan direksi - walau tak seluruhnya - dari 16 bank yang dilikuidasi.

Dia juga seperti mendapat kemudahan untuk mengambil alih bank lain, sesuatu "kesempatan" yang barangkali tak dimiliki yang lain.

Pengamat perbankan Sutan Remi melihat bahwa jika deposan Bank Andromeda diuntungkan dengan "solusi" Bambang Tri itu, maka tak ada yang janggal dalam pengambilalihan Bank Alfa. Yang penting, ujar Remi, ada win-win solusi untuk deposan, Bambang Tri, dan juga otoritas moneter (Lihat wawancara Sutan Remi: "Pemerintah dan Bambang Sama-sama Pintar").

Sementara itu, mantan CEO Lippobank, Laksamana Sukardi, melihat langkah Bambang Tri sudah tepat. Sebaliknya, dia melihat bahwa penegakan ketentuan BI atas bank-bank yang melanggar masih sedemikian tidak transparannya (Lihat komentar Laksamana Sukardi: "Bambang Tri Tercela? Saya Tak Bisa Berkomentar").

Bagaimana dengan tuduhan bahwa Bank Andromeda melanggar batas maksimal pemberian kredit? Pengamat Rasjim Wiraatmaja menjelaskan bahwa baik direksi maupun komisaris yang secara sengaja tidak menaati aturan perbankan, memang bisa kena sanksi pidana. Tetapi, selama ini BI hanya memberikan sanksi administratif. "Padahal menurut pasal 49 ayat (2b) UU Perbankan, siapa pun yang melanggar, dapat dikenai sanksi pidana berupa denda dan hukuman penjara," katanya.

Jika Bambang Tri lolos dari "hukuman" BI, kata Rasjim, itu hanya BI yang tahu apa sebabnya. "Seperti yang sudah saya bilang, hanya BI yang tahu siapa saja yang masuk ke dalam DOT, jadi mungkin Bambang dinilai "bersih", sehingga diijinkan mengambil alih Bank Alfa," katanya (Lihat wawancara Rasjim: "Mungkin Saja Bambang Tri Dinilai Bersih").

Bambang Tri memang lebih tak "menyusahkan" deposan banknya dalam kasus likuidasi - dengan mendapat "ijin" BI untuk membayar sendiri deposannya. Kabarnya dia sudah merogoh kocek sampai Rp 60 miliar untuk membayari nasabah Bank Andromeda. Tapi, tampaknya, permintaan Bambang Tri itu juga "diimbangi" dengan ijin untuknya guna mengambil alih Bank Alfa - bisa saja dengan dalih menampung karyawan Bank Andromeda. Suatu "kesempatan" yang tak dimiliki bankir lain yang kena tebas likuidasi 1 November lalu.

Agaknya, karena "kesempatan" itulah bisnis Bambang Tri begitu cepat menanjak sejak dia dan kawan-kawannya mendirikan PT Bimantara Citra pada tahun 1981. Bambang bergabung dengan kawan-kawannya sesama alumnus sekolah Percik (Perguruan Cikini dari SD sampai SMP) dan SMA Negeri 1 Jakarta, yakni Mochamad Tachril dan Rosano Barack. Bergabung juga Indra Rukmana, suami Mbak Tutut. Nama PT Bimantara Citra itu diberikan olah Bambang, yang artinya kira-kira, siap mengemban tugas yang berat dengan citra yang baik.

Kemudian, mereka -- Bambang, Aling (panggilan untuk Mohamad Tachril), dan Cano (panggilan untuk Rosano Barack) -- mengajak Peter Gontha yang waktu itu memimpin sebuah bank asing di Jakarta. Apa saja kegiatan mereka? "Kami mulai dengan berdagang apa saja, menjadi broker, dan sebagainya," kata Mochamad Tachril seperti dikutip majalah SWA edisi April 1989.

Usaha mereka terus berkembang dan merambah cepat, mulai dari perdagangan, broker asuransi, real estate, konstruksi, televisi swasta, perhotelan, transportasi, perkebunan, perikanan, industri otomatif, industri makanan, industri kimia, pariwisata dan sebagainya. Menurut catatan SWA tahun 1989, tak kurang dari 65 perusahaan telah mereka dirikan, 30 perusahaan di antaranya menempatkan Bimantara sebagai pemegang saham mayoritas.

Tentu saja Bimantara bukanlah satu-satunya induk usaha mereka. Kemudian bersama keempat mitranya itu -- Indra Rukmana, Rosano Barack, Mohamad Tachril Sapi’ie dan Peter F. Gontha -- membangun perusahaan induk lainnya dengan nama PT Bumi Kusuma Prima. Beberapa perusahaan Bimantara juga "diboyong" ke perusahaan ini, seperti PT Gelatindo Multi Graha (produsen cangkang kapsul), PT Lima Satria Nirwana (keagenan Mercedes-Benz), dan PT Citra Auto Nusantara (Ford).

Banyak proyek baru yang dikelola oleh perusahaan ini. Sebagian di antaranya adalah proyek-proyek besar . Salah satunya adalah, Bali Turtle Island Development, yang mengembangkan 1.000 ha kawasan wisata baru di Bali dengan nilai investasi keseluruhan 2 miliar dollar AS.

Menurut catatan SWA edisi Agustus 1995, ada 26 perusahaan yang bernaung di bawah payung Bimantara Citra. Diantaranya adalah Rajawali Citra Televisi, Elektrindo Nusantara, Plaza Indonesia Realty, Nusadua Graha International, Bima Kimia Citra, Multi Nitrotama Kimia, dan lain-lain. Kemudian sejumlah perusahaan di bawah bendera PT. Bima Intan Kencana serta beberapa perusahaan di bawah PT. Bima Kimia Citra, kedua perusahaan ini berinduk ke PT. Bumi Kusuma Prima.

Disamping Bimantara dan PT. Bumi Kusuma Prima, menurut catatan SWA, Bambang juga memiliki tak kurang 34 perusahaan pribadi. Termasuk diantaranya adalah Bank Andromedia atau dengan nama PT. Andromeda Bank. Perusahaan Bambang tersebut bergerak di berbagai bidang, seperti perdagangan, Perkebunan, Kehutanan, Kimia, Farmasi, Kontruksi, Properti - Perkantoran/Pembelanjaan, Real-Industrial Estate, Transportasi, Jasa dan bidang Keuangan.

Jumlah investasi yang ditanam di seluruh perusahaan tersebut terbagi dua, masing-masing investasi asing dan investasi domistik. Investasi asing totalnya 102 juta dollar AS. Sementara investasi domestik sebesar Rp 332,7 miliar.

Data "Who is Who" (Harian Ekonomi Bisnis Indonesia, Interactive Edition, http://www.bisnis.com) menyebutkan, Bimantara kini mempunyai 50 perusahaan. Dengan aset seluruhnya diperkirakan sekitar 555 juta dollar AS. Tetapi menurut sumber Warta Ekonomi, 25 Nopember 1996, Bimantara (yang dalam data itu disebutkan Bambang Trihatmojo dan Indra Rukmana adalah pemilik utamanya), menduduki urutan ke-6 ranking konglomerat terbesar Indonesia 1995, dengan total aset diperkirakan Rp 2,738 triliun.

Disamping Bimantara, Bambang juga mempunyai usaha lain yang cukup mempunyai prospek, yakni Satelindo, Candra Asri, dan Kanindotex. Satelindo, adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa telekomunikasi. Disamping melayani sambungan langsung internasional, perusahaan ini juga menyediakan layanan satelit. Serta pula layanan telepon seluler. Di Satelindo, lewat Bima Graha Telekomindo, ia menguasai 45 persen saham.

Sementara Candra Asri dimiliki oleh Bambang, Prajogo Pangestu, dan Henry Pribadi. Perusahaan yang total investasinya Rp 4 triliun lebih tersebut memproduksi ethylene, prophylene, dan butadiene, masing-masing dengan kapasitas 495 ribu ton, 245 ribu ton, dan 24 ribu ton per tahun. Dengan jumlah tersebut diperkirakan cukup untuk memenuhi seluruh kebutuhan pabrik petrokimia semihilir (antara) di dalam negeri. Bahkan bisa berlebih, sehingga dapat digunakan untuk diekspor.

Terakhir adalah PT. Kanindotex, perusahaan tekstil terpadu yang didirikan oleh Robby Tjahjadi. Seperti ditulis SWA, bersama Johannes Kotjo, Bambang Rijadi Soegomo, dan Wisnu Suwardono, Bambang menguasai mayoritas saham (90 persen) perusahaan itu. Tak kurang, enam perusahaan menjadi pendukung prabrik tekstil tersebut. Salah satunya adalah PT. Kanindo Success Textile. Perusahaan ini mengoperasikan 440 ribu mata pintal.

Sementara itu dari catatan Creative Information System of Indonesia (CISI), 1991-1992, disebutkan bahwa Bimantara Grup mempunyai 134 anak perusahaan. Dengan bidang kegiatan antara lain, perbankan, asuransi, perhotelan, industri pariwisata, industri kimia, pabrik farmasi, otomotif, industri pakan ternak, industri kimia pertanian, pabrik minyak makan, dan beberapa pabrik lainnya. Juga jasa pembangunan ladang minyak, perkebunan, properti, kontraktor, transportasi laut, udara, dan lainnya. Serta instalasi telekomunikasi dan distribusi peralatan telekomunikasi, televisi, dan perdagangan (Lihat tabel 1, tabel 2, dan tabel 3).

Untuk sebuah perusahaan yang dibangun sejak 1981, alias hanya sekitar 16 tahun, sukses Bimantara tergolong mencengangkan. Tapi, yang selalu jadi pertanyaan luas: adakah sukses itu lantaran kepiawaian seorang Bambang Tri ataukah berbagai "kesempatan" yang dinikmatinya sebagai anak seorang presiden. Dalam kasus Bank Alfa, misalnya, agak sukar menampik kesan bahwa "kesempatan" yang diperolehnya "berdiri di depan" dibandingkan kepiawaiannya mengelola bisnis.

About media

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments: