breaking

&Sabu

&Sabu

&Networks

&Networks

&Criminality

&Criminality

✦ ✦ Unlabelled ✦ Death to Drug Smuggler

Share This

Kapanlagi.com - Terdakwa pengedar narkotika jenis psikotropika, Tjik Wang alias Akwang alias Ricky Chandra (41) dituntut dengan pidana mati nilai di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Kamis.

JPU Jeffri Huwae dan A. Mangontan menyatakan terdaksa terbukti bersalah mengedarkan puluhan kilogram psikotropika jenis ekstasi dan shabu-shabu di sebuah rumah kontrakan Komplek Greren Garden, Kedoya Utara, Kebon Jeruhk, Jakarta Barat, pada 10 Mei tahun lalu.

Ricky Chandra menjadi pesakitan dalam kasus itu setelah ditangkap pada 12 Mei 2005 oleh anggota Satgas Badan Narkotika Propinsi (BNP) DKI Jakarta. Ia ditangkap bersama orang dekatnya, Hariono Agus Tjahjono alias Seng Hwat yang berperan sebagai pemasok bahan dari luar negeri.


Saat rumahnya digeledah petugas, bandar narkotika asal Pematang Siantar, Sumatera Utara itu berusaha menyogok petugas dengan uang sejumlah uang.


Dalam kasus itu, polisi menyita barang bukti sekitar 36 kilogram shabu-shabu (51 kilogram dalam bentuk kristal, sisanya bentuk cairan ungu) dan 70 ribu butir ekstasi.


Menurut JPU, perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas penyalahgunaan narkotika.


Hal lain yang memberatkan tuntutan pidana itu, menurut JPU adalah sikap terdakwa yang tidak sopan dan mempersulit jalannya persidangan. Persidangan perkara itu sempat mengalami penundaan beberapa kali akibat "ulah" terdakwa yang berkali-kali mengajukan pembantaran dengan dalih sakit fisik dan jiwa.


"Tuntutan pidana mati bagi terdakwa diharapkan agar menjadi efek pencegahan kepada orang lain agar tidak melakukan perbuatan sebagai mana yang dilakukan terdakwa," kata Jaksa.


Dalam surat tuntutan setebal 18 halaman itu, JPU mengurai analisa fakta dan analisa yuridis yang membuktikan bahwa unsur-unsur pasal yang didakwakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan, yaitu unsur "barang siapa", unsur "mengedarkan psikotropika golongan I" dan unsur "secara terorganisasi".


Selain menuntut penjatuhan pidana penjara, JPU juga menyita barang bukti yang terdiri atas 70 ribu tablet ekstasi berbagai warna dan logo, 30 kilogram shabu kristal putih dan empat kilogram cairan coklat psikotropika untuk dimusnahkan, dan satu unit mobil Audi warna abu-abu bernomor polisi B 2258 ZD.


Terhadap tuntutan itu, Majelis Hakim yang diketuai Agus Harjono memberikan waktu bagi terdakwa Ricky dan kuasa hukumnya Ferry Juan untuk mengajukan pledoi atau nota pembelaan pada sidang berikutnya yaitu Selasa, 14 Februari.


"Bila pledoi tidak dibacakan, maka Majelis Hakim akan langsung menjatuhkan vonis pada hari itu juga," kata ketua mejelis hakim Agus Harjono. (*/rit)


Komisaris Besar Carlo Brix Tewu:
Buat Jera Para Bandar Narkoba dengan Terapkan UU Pencucian Uang


UPAYA polisi menangkap para bandar narkoba skala nasional maupun internasional terus dilakukan. Sebut saja penangkapan tersangka Indaryanto alias Wawan, seorang bandar narkoba dengan reputasi internasional di Bali. Polisi mencatat, nilai transaksinya dalam 10 bulan saja mencapai Rp 19 miliar. Polisi pun menerapkan undang-undang pencucian uang untuk membuat mereka jera dan tak bisa lagi melanjutkan bisnis haramnya.

DI Denpasar, Wawan, yang kini sedang diburu polisi, dikenal sebagai pengusaha sukses, dengan bisnis penyewaan jetski, bengkel, dan sedang membangun sirkuit. Namun, polisi menduga semua bisnis itu dilakukan untuk mencuci uang (money laundering) meski itu dibantah oleh pengacaranya.

Di Jakarta, pada 10 Mei lalu aparat Satuan Narkotika pada Direktorat Reserse Narkoba Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya menangkap Ricky Chandra (45) alias Tjik Kwang alias Akwang dan Hartono Agus Tjahyono alias Seng Hwat (51) di Green Garden, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Dari tersangka, polisi menyita 54 kilogram sabu dalam bentuk kristal dan cair senilai Rp 21,6 miliar. Enam hari kemudian polisi menyita seperangkat pabrik mini ekstasi di Tanjung Duren, Jakarta Barat. Ayung alias Yogie (44), pemilik "usaha" itu, ditangkap saat mencetak ekstasi di rumah kontrakannya dengan mesin rakitan.

Ironisnya, meski penangkapan bandar narkoba dan penggerebekan tempat produksi narkoba kerap dilakukan, orang masih saja mudah mendapatkan ganja, sabu, putau, dan ekstasi, khususnya di Jakarta dan kota-kota besar lain. Pengalaman polisi bidang narkoba menunjukkan, sejak tahun 1970-an Jakarta bukan lagi kota transit peredaran narkoba, tetapi yang memprihatinkan ternyata sudah menjadi kota tujuan dan sebagai target pasar (market). Karena itu, banyak bandar narkoba yang mengincar Jakarta karena daya belinya yang tinggi meski sudah dikepung aparat di sana-sini.

Para penjahat narkoba kini juga semakin pandai menyiasati aparat. Mereka sudah mengubah gaya transaksi dari konvensional ke pola modern dengan memanfaatkan jasa perbankan. Jaringan yang dibangun sulit ditembus karena mengandalkan sistem sel atau jaringan terputus. Satu-satunya harapan adalah bekerja sama untuk memerangi narkoba, baik dari pemerintah maupun masyarakat.

Bagaimanakah upaya dan kerja keras polisi mengungkap jaringan narkoba sampai ke akar-akarnya? Berikut ini petikan wawancara Kompas dengan Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya Komisaris Besar Carlo Brix Tewu:

Apa yang memotivasi polisi sehingga belakangan ini terasa begitu gencar memburu penjahat narkoba?

Sudah menjadi komitmen kami sejak dulu memberantas peredaran narkoba, mendukung pemerintah. Tidak hanya polisi sebenarnya. Pemerintah sudah membentuk lembaga-lembaga yang khusus menangani narkoba, misalnya Badan Narkotika Nasional/BNN (di tingkat pusat) dan Badan Narkotika Provinsi/BNP (untuk tingkat provinsi). Kami konsisten dan akan tetap konsisten. Hanya saja, sekarang ini ada teknik-teknik baru yang diterapkan dalam pemberantasan peredaran narkoba. Salah satunya mulai menerapkan Undang-Undang (UU) Money Laundering.

Hanya itu?

Tentu tidak. Kami mencoba teknik-teknik baru yang dikembangkan dalam rangka penyelidikan dan penyidikan, bagaimana mengungkap suatu jaringan dengan meningkatkan kerja sama antarwilayah dan dengan negara lain yang sekarang terasa makin erat dan efektif. Informasi mengenai tersangka yang diburu cepat didapat, pengungkapan juga lebih akurat.

Kerja sama seperti apa yang sudah dan akan terus dilakukan itu?

Kalau dulu kami bekerja secara parsial, antarwilayah, apalagi negara tidak ada koordinasi, bekerja hanya untuk wilayahnya. Tapi sekarang, untuk kasus narkoba tidak lagi demikian. Narkoba sudah menjadi kejahatan transnational crime. Jadi tidak bisa diatasi oleh satu negara dan harus bersama- sama. Ada beberapa badan atau lembaga dunia yang menjadi tempat berkumpul para penegak hukum di bidang pemberantasan narkoba, seperti International Drug Enforcement Conference yang dikoordinasi oleh Drug Enforcement Administration (DEA), Amerika. Tiap tahun ada pertemuan, dan Indonesia juga turut serta di situ.

Apa yang dilakukan di sana?

Pada pertemuan itu kami menentukan target-target, bukan lagi berkoordinasi. Sifatnya bukan lagi koordinasi cooperation, tetapi sudah dalam bentuk task force. Jadi setelah dipelajari, ternyata memang harus secara bersama-sama antarnegara.

Efektivitasnya sampai di mana?

Contoh saja, kalau kami nangkap orang (bandar kerap disebut BD) di Jakarta nomor satu. Kalau kami ungkap jaringan ini sampai tuntas, harus kerja sama dengan negara lain. Bandar ternyata ada di Hongkong, Bangkok, atau kota lain. Selagi orang-orang itu tak tertangkap, barang (narkoba) akan terus masuk ke sini (Indonesia). Karena di sana masih ada cartels yang masih hidup. Di tingkat nasional, bandar ada di Jakarta, pembelinya ada di Surabaya, Batam, atau kota lain. Nah, karena itu antar-Direktorat Narkoba di tiap polda harus bekerja sama. Masing-masing punya database. Saling menukar manakala menemukan target di wilayah lain, di wilayah lain itu sudah ada data. Oh... ini orangnya begini begitu....

Adanya kerja sama ini juga kemudian bisa memperkecil benturan antaraparat dalam menangkap penjahat narkoba?

Dalam mengungkap jaringan narkoba, benturan antaraparat biasa terjadi. Karena melakukan investigasi narkoba itu perlu kerahasiaan. Kadang-kadang antaranggota tidak saling percaya. Kenapa? Karena masalah narkoba itu sangat rentan dan mereka sangat sensitif. Dengan gerakan saja dia (penjahat narkoba) sudah bisa membaca bahwa gerakan ini berbahaya buat dia dan transaksi batal dilakukan. Kita akan ketinggalan kalau tidak hati-hati dan bergerak cepat.

Benar sampai sejauh itu?

Nggak usah jauh-jauh, katakanlah ada target di suatu daerah. Tiba-tiba ada mobil polisi (tidak sedang memburu mereka) tidak sengaja lewat. Mereka pakai mobil dinas, transaksi buyar. Mereka sangat sensitif karena berdasarkan pengalaman. Mereka juga belajar dari pengalaman dan trick yang dilakukan polisi untuk investigasi. Lama-lama mereka tahu. Ini terbukti saat ada yang ketangkap, masuk dalam tahanan kita ternyata dia belajar. Oh... ternyata polisi cara kerjanya begitu. Kalau begitu trick harus diubah.

Bagaimana pola transaksi mereka sekarang? Ada perubahan?

Kalau zaman dulu transaksi harus ketemu. Ada duit ada barang. Sekarang nggak bisa lagi, harus pakai transfer melalui bank. Kalau dulu transfer bank oke, transaksi bisa jalan. Sekarang nggak lagi. Kita transfer, dia cek dulu di ATM. Udah masuk belum. Baru barang (narkoba) dikirim. Dan pengirim tidak mengantar ke pembeli, tetapi dia antar ke suatu tempat. Lalu telepon kalau barang sudah ada di situ dan diambil. Modus seperti itu berkembang terus. Bahkan uang hasil kejahatan dibuat untuk bisnis macam-macam.

Itu kemudian yang membuat peran UU Money Laundering menjadi penting?

Itu hanya salah satu cara saja untuk mengungkap jaringan. Karena bandar-bandar ini kalau kami tangkap dan masukin penjara, duit masih banyak di mana-mana. Dengan duit itu dia bisa danai untuk lakukan operasi yang lain meski dari dalam (penjara) sekalipun. Nah... kalau kita bekukan duit ini, istilah kasarnya kita buat kere (miskin), dia tidak bisa kembali lagi mengelola bisnis narkobanya. Dia harus mulai lagi dari nol. Oleh karena itu, beberapa tersangka yang ditangkap aset-asetnya kami sita semua.

Cara seperti ini yang dilakukan terhadap Wawan?

Ya. Seperti juga kasus Joni (bandar di Medan), Burhan Tahar, dan Wawan. Meski untuk Wawan penetapan dari Pengadilan Negeri Denpasar belum dilakukan.

Efektivitasnya sampai sejauh mana. Apa betul mereka tidak bisa main lagi?

Saya kira paling tidak dia tidak punya kekuatan lagi untuk memulai operasinya.

Kembali ke transaksi modern dengan transfer antarbank, apakah polisi punya modal untuk memancing tersangka?

Kami sulit melakukan transaksi dalam partai besar, dalam jumlah kiloan, misalnya. Kami tidak punya stok dana untuk transaksi itu karena kami tidak punya persediaan anggaran cukup. Karena itu, kami mulai dari lima atau sepuluh butir lalu informasi meningkat dan terus berkembang.

Anggaran sih ada, tetapi tidak besar. Kalau kami transaksi sabu satu kilogram Rp 400 juta, uang dari mana. Makanya kalau anak-anak (polisi yang jadi anggotanya) mau "transaksi", harus ada persiapan. Ada uang, tetapi dengan catatan tidak boleh "menyeberang". Kalau sampai lewat, ya harus ganti. Makanya anak-anak (polisi) mati- matian untuk menangkap bandar narkoba dengan risiko yang besar.

Semua bandar itu memiliki dana besar ya?

Bandar ada klasifikasinya. Yang punya modal besar bisa membuat sendiri pabrik dan mendatangkan barangnya dengan komposisi seadanya, yang penting ada merek. Mereka tidak peduli dengan keselamatan pemakai. Makanya, seorang insinyur di Sumatera pernah meninggal gara-gara makan pil ekstasi. Calon bupati yang tidak jadi pernah stres dan datang ke disko melepas stres. Dia makan ekstasi. Makan satu nggak on (istilah untuk menyebut efek ekstasi mulai bekerja) ... dua nggak on, terus dia makan sampai sepuluh dan akhirnya mati. Mereka kejam, yang penting dapat untung.

Masalah narkoba tidak bisa diatasi polisi sendiri. Harus ada instansi lain dari sisi pencegahan. Pencegahan tidak hanya menjaga di bandara, atau pelabuhan, tetapi perlu kesadaran masyarakat untuk menjauhi narkoba karena bisa mematikan. (HERMAS EFENDI PRABOWO)

About media

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments: