breaking

&Sabu

&Sabu

&Networks

&Networks

&Criminality

&Criminality

✦ ✦ Unlabelled ✦ Lee Chin Kiat: Mafia Tanah

Share This

Apartemen Mediterania Garden Residence yang menjulang di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat, rupanya menyimpan sejumlah sengketa. Baru saja vonis terhadap sembilan bersaudara terkait dengan penipuan dan penggelapan menyangkut lahan lokasi apartemen itu, terungkap lagi kasus rangkaiannya yang mungkin lebih menghebohkan. Pasalnya, rangkaian kasus ini dapat menjadi skandal yang melibatkan nama beberapa jaksa dan pengusaha properti group Agung Podomoro terkemuka, Trihatma K Haliman.



Dalam sidang yang berlangsung Kamis, (11/8), majelis hakim yang diketuai MD Pasaribu memvonis sembilan bersaudara anak-mantu almarhum Munawar bin Salbini dengan hukuman berkisar antara satu bulan 15 hari hingga dua tahun. Agus Munawar kena hukuman dua tahun penjara, satu tahun lebih ringan dari tuntutan jaksa. Sedangkan adik-adiknya, terdakwa Mulyani dan Agustina dipidana 10 bulan, sementara Sechbudin dan Rachmawati 4 bulan. Hukuman yang lebih ringan dikenakan kepada Bunyani Munawar, Rachmaningsih, Rachmamulyani serta Zubaedah (Ida isteri Agus Munawar)dengan masing-masing 1 bulan 15 hari.



Hakim Ketua Pasaribu mengatakan para terdakwa terbukti telah melakukan penggelapan dalam kaitan penjualan tanah 12,5 hektare di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat, lahan yang kini berdiri dengan megahnya Apartemen Mediterania Garden Residence kelolaan kerajaan properti Agung Podomoro. Perbuatan para terdakwa, kata majelis hakim, mengakibatkan korban Lioe Nam Khiong alias Leo menderita kerugian sebesar Rp 5,6 miliar.



Atas putusan itu, para terdakwa menyatakan pikir-pikir, sedangkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Fredy SH menerima putusan, meski lebih ringan dari tuntutan yang diajukan. Lantas, tangis pun meledak usai majelis hakim menjatuhkan vonisnya. Para terdakwa saling berangkulan menghadapi status terpidana dan hukuman yang akan menimpa.



Awal dari kasus yang menyeret kesembilan bersaudara ini terkait dengan penjualan tanah seluas 12,5 hektare di kawasan Tanjung Duren. Agus dan isteri serta delapan adiknya adalah ahli waris H Munawar dari isteri kedua sedangkan tanah yang dijualnya itu adalah hak anak-anak H Munawar dari isteri pertama. Pembagian hak waris itu dikuatkan dalam surat hibah Pengadilan Agama tahun 1973. Namun oleh para terdakwa tanah dikuasai, padahal mereka telah menerima bagian berupa tanah di Cengkareng.



Persoalan menjadi semakin rumit setelah Agus Munawar menerima uang Rp 5,6 miliar dari Leo, dan tidak bisa mengembalikan lagi setelah Leo mengetahui bahwa hak tanah itu ada pada ahli waris dari isteri pertama. Agus Munawar pun didakwa telah menipu Leo. Sementara itu, Leo kemudian melanjutkan pelaksanaan jual-beli tanah melalui ahli waris yang sah hingga selesai secara tuntas.



Nah, dalam proses persidangan, disebutkan antara lain Leo menyerahkan dana kepada Agus dalam rangka menebus surat tanah Verponding Indonesia atas nama Munawar bin Salbini ke Bank Universal. Namun, surat tanah Verponding Indonesia itu ternyata menjadi barang sitaan di Kejaksaan Agung terkait dengan kasus korupsi. Sidang tidak menyebutkan dalam kasus korupsi apa surat tanah Verponding Indonesia itu disita.



Belakangan, hasil investigasi menunjukkan bahwa surat tanah Verponding Indonesia itu ada di tangan Kejaksaan Agung dalam kaitannya dengan perkara korupsi Bank Perkembangan Asia pada 1990 silam dengan terdakwa Lee Darmawan Kartarahardja Harianto alias Lee Chin Kiat, yang kala itu menjadi direktur.



Nah, dalam perkara itu, sejumlah aset dan dokumen terkait perkara Lee Darmawan disita oleh Kejaksaan Agung, termasuk dokumen berupa lima surat tanah Verponding Indonesia atas nama M Naseri bin Munawar (satu dokumen) dan empat dokumen yang sama atas nama Munawar bin Salbini.

Rupanya dokumen-dokumen itu memang sudah beralih tangan karena lahan di Tanjung Duren itu memang telah dijual oleh ahli waris Munawar Salbini dari isteri pertama kepada PT Madona Sewing Machine Manufacturer. PT Madona sendiri, salah satu pemiliknya adalah Lee Darmawan yang menguasai 15 persen saham perusahaan tersebut. Kantor PT Madona itu ternyata berada di lantai tiga Gedung Bank Perkembangan Asia, Jl Hayamwuruk 102, Jakarta Pusat.



Nah, belakangan dokumen-dokumen surat tanah Verponding Indonesia itu berada di tangan Stephen Z Satyahadi, Direktur Utama Bank Universal. Pasalnya, Bank Perkembangan Asia yang kolaps memang dibeli oleh Bank Universal (ex Bank Marannu), milik kelompok Astra ketika masih digenggam oleh keluarga William Soeryadjaya. Bank Universal lantas mengembalikan dokumen itu atas permintaan Kejagung pada 28 Agustus 2002.



Lee sendiri lantas mendapat hukuman pidana 12 tahun penjara dan denda Rp 30 juta atau diganti (subsider) enam bulan penjara, serta pidana tambahan membayar ganti rugi sebesar Rp 85 miliar kepada negara cq Bank Indonesia. Namun, dokumen-dokumen milik PT Madona ternyata bukan merupakan barang sitaan dalam perkara Lee Darmawan. Alasannya, jaka dalam perkara ini tidak mengajukan surat tanah Verponding Indonesia sebagai barang bukti di persidangan.



Selanjutnya, pada 2003 PT Madona meminta dokumen-dokumen itu dari Kejagung. Namun, permintaan ini belum dikabulkan hingga terbetik berita bahwa Kejagung menyerahkan surat-surat Verponding Indonesia itu kepada ahli waris Munawar bin Salbini melalui pendekatan Leo Darmawan alias (Lioe Nam Kiong). Penyerahan itu dilakukan dengan membayar pengganti kerugian negara sebesar Rp 400 juta atas nama Lee Darmawan. Di sinilah agaknya pangkal skandalnya.



Pasalnya, Lee Darmawan maupun PT Madona tak pernah memberi kuasa kepada Leo untuk membayar ganti rugi. Lagi pula, dokumen berupa surat-surat tanah Verponding Indonesia itu bukan merupakan barang bukti yang tercakup kerangka ganti rugi dalam perkara korupsi Lee Darmawan. Keanehan juga muncul menyangkut nilai ganti rugi sebesar Rp 400 juta yang dibayarkan Leo, padahal pidana denda Leo sebesar Rp 30 juta dan pidana tambahan berupa ganti rugi mencapai Rp 85 miliar.



Yang pasti, Leo berhasil mendapatkan dokumen-dokumen itu dari Kejaksaan Agung pada Maret 2003. Dalam hal ini diduga Leo merekayasa sebagai kuasa dari Lee Darmawan. Sementara pada Juli 2002, Leo membuat akta perjanjian di depan notaris Maria Julie B Wilar dengan sembilan bersaudara ahli waris Munawar Salbini yang menjadi terpidana pada 11 Agustus 2005 itu.



Di sini tercium keterlibatan sejumlah Jaksa dalam memperlancar upaya Leo untuk menguasai tanah itu. Apalagi para jaksa itu meminta Lee Darmawan bersedia menerima uang pengganti sebesar Rp 400 juta. Namun Lee Darmawan dengan tegas menolak uang itu. Mana mau dia, mengingat harga lahan yang kini berdiri di atasnya Apartemen Mediterania Garden Residence itu sudah berlipat-lipat.



Sebenarnya, pihak PT Madona dan Leo serta ahli waris Munawar Salbini sudah beberapa kali bertemu antara 2003-2004. Dalam pertemuan itu PT Madona menginginkan ganti rugi sesuai dengan nilai jual objek tanah lahan yang menjadi persoalan. Namun pertemuan menamui jalan buntu karena Leo keberatan pertemuan itu dihadiri oleh Yayasan Tridaya, kuasa hukum Bank Indonesia.



Belakangan, Leo mengalihkan lahan itu kepada Trihatma K Haliman, bos PT Agung Podomoro. Selanjutnya dibangunlah Apartemen Mediterania Garden Residence yang menjulang itu. Namun, tentu saja PT Madona masih akan memperjuangkan haknya.



Masih banyak yang mungkin tersembunyi dalam kasus ini. Selain itu, apa yang akan terjadi dengan para jaksa yang terlibat dalam kasus lahan seluas 12,5 ha di Tanjung Duren itu? Sebagian jaksa yang antaranya pejabat teras Kejagung itu sudah non-aktif bahkan ada yang sudah meninggal. Namun, masih banyak yang aktif malah menangani kasus-kasus korupsi big fish yang ramai sekarang ini. Ironis jika ternyata mereka adalah sapu-sapu yang kotor namun bertugas membersihkan rumah bernama Indonesia.

About media

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments: