breaking

&Sabu

&Sabu

&Networks

&Networks

&Criminality

&Criminality

✦ ✦ Unlabelled ✦ Hoakiau Tirany in Jakarta

Share This

Date: Sun, 14 Nov 1999 21:47:53 -0500
From: Rachmat Basuki Soeropranoto
To: apakabar@radix.net
Cc: chinesenn@hotmail.com, tionghoa-net@egroups.com
Subject: RBS - Memahami Hoakiau (3/4)


Diperkirakan jumlah keturunan Cina di Indonesia mencapai 10 juta jiwa. Jumlah
ini tentu relatif kecil bila dibandingkan dengan total penduduk Indonesia yang
mencapai 200 juta jiwa lebih. Tetapi mengingat latar belakang kebudayaannya
yang agresif, ikatan darah yang amat kuat, tradisi mengorganisir diri secara
sentral, serta tradisi gerakan intelijen baik di bidang politik maupun
perdagangan dan ditambah lagi adanya kenyataan bahwa para Hoakiau itu telah
menguasai sebagian besar modal yang ada di Indonesia, maka jumlah yang relatif
kecil tadi menjadi sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup bangsa
Indonesia.


Haruslah diingat, bahwa para Hoakiau itu mempunyai kekuatan power center
sendiri yang bersifat multinasional. Meskipun terdapat pergesekan kekuasaan di
Indonesia, posisi mereka tidak pernah goyah sejak zaman pemerintah kolonial
Belanda, Jepang, pendudukan NICA, zaman Demokrasi Parlementer, zaman Demokrasi
Terpimpin, apalagi pada zaman Orde Baru.


Peranan mereka tetap tidak tergoyahkan, bahkan secara kualitatif dan
kuantitatif makin merajalela. Pada zaman Orde Baru, hampir 80% aktivitas
perekonomian Indonesia dikuasai para Hoakiau. Lebih dari 80% dari fasilitas
kredit perbankan Indonesia jatuh ke tangan Hoakiau. Peranan Hoakiau ini makin
bertambah kuat mengingat lunturnya semangat nasionalisme dan patriotisme
penguasa-penguasa Indonesia yang karena tertarik pada kemewahan hidup akhirnya
bekerja sama dengan para Hoakiau turut menghisap dan menindas bangsanya
sendiri.


Barangkali merupakan suatu ilusi untuk mengharapkan para Hoakiau untuk
mencintai dan menganggap Indonesia sebagai tanah airnya sendiri. Dengan
beberapa perkecualian yang pasti ada, setiap Cina Hoakiau menganggap dirinya
orang Cina yang merantau, dimana motivasi hidupnya tak lain adalah untuk
mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya dengan berbagai cara yang
dimungkinkan situasi dan kondisi.


Cina dan sogok, penyuapan dan Cina, adalah sua perkataan yang hampir tidak
bisa dipisahkan lagi. Penyuapan dengan uang, harta-benda dan bahkan wanita
kepada pejabat-pejabat kita, mulai dari pejabat tingkat rendah sampai tingkat
paling atas, adalah suatu kebudayaan yang telah diperkenankan para Hoakiau
itu, yang nyata-nyata telah berhasil merusak persatuan bangsa Indonesia.


Akibat arus penyuapan yang begitu hebat oleh para Hoakiau kepada
pejabat-pejabat kita adalah bahwa sedikit demi sedikit kita melupakan adanya
bahaya besar yang mengancam kelangsungan hidup kita sebagai bangsa. Kita
melupakan musuh bangsa yaitu expansi ekonomi para Hoakiau.


Expansi ekonomi ini merupakan serbuan besar-besaran yang melumpuhkan potensi
ekonomi bangsa Indonesia. Expansi yang agresif ini merupakan suatu ciri pokok
dari strategi perang Cina, baik di bidang militer maupun di bidang ekonomi.
Jenderal Sun Tzu ahli strategi Cina di abad ke 5 SM telah menetapkan pola
strategi dasar, yaitu: "The Best defence is attack!" Pertahanan terbaik
adalah menyerang!


Oleh karena itu mempertahankan kehidupannya di perantauan para Hoakiau secara
agresif meluaskan expansi ekonomi di segala bidang. Mereka tidak cukup
bertahan pada satu atau dua bidang ekonomi, tetapi telah menyerbu ke segala
sektor ekonomi. Mereka tidak peduli apakah dengan demikian potensi ekonomi
pribumi setempat menjad hancur berantakan.


Hanya dalam waktu singkat (1971-1973), para Hoakiau dengan bekerja sama
sebagai agen Multinasional Corporation telah berhasil menghancurkan
perusahaan-perusahaan ekonomi kecil milik pribumi sebanyak 225.259 perusahaan.
Potensi pertextilan yang dulu dikuasai perusahaan-perusahaan tenun pribumi,
sekarang ini telah bergeser kepada perusahaan multinasional yang bekerja sama
dengan para Hoakiau.


Membeli Pedang Musuh
--------------------


Untuk mensukseskan pola strategi yang agresif ini, sejak ribuan tahun Cina
telah mempergunakan pola penyuapan dan penyogokan. Untuk itu, ada pepatah Cina
yang paling dikenal, "with money you can buy the sword of your hungry enemy!"
Falsafah Cina itu benar!


Sebagian pedang-pedang kita yang seharusnya kita gunakan untuk melindungi
rakyat melarat, ternyata telah kita gadaikan kepada para Hoakiau yang agresif
itu. Banyak peraturan-peraturan dan tindakan-tindakan yang seolah-olah "kebal"
terhadap mereka, karena pejabat yang memegang peraturan itu telah "dibeli"
martabatnya.


Pada kasus penyelundupan Robby Tjahjadi (Sie Cia Ie), yang sangat terkenal di
tahun 1970-an, ada petugas rendahan yang mengaku terpaksa menerima instruksi
dari kaki-tangan Robby, karena kalau tidak menurut, dia akan digeser dari
jabatannya. Begitu pula dengan kasus mega-skandal BAPINDO. Soedomo yang selama
ini pedangnya sangat tajam dan seringkali menyayat-nyayat para aktivis Islam,
sangat fasih menuduh dissident, tindakan subversif, merongrong Pancasila,
ternyata pedangnya tadi begitu tumpul di hadapan Eddy Tanzil. Itu karena
Soedomo sudah dibeli oleh Eddy Tanzil dengan komisi puluhan miliar dan aneka
wanita cantik.


Naluri Intelijen
----------------


Disamping watak yang agresif serta tanpa ragu-ragu mempergunakan penyuapan
sebagai alat untuk mencapai tujuannya, telah berabad-abad lamanya Cina
mempunyai naluri dan tradisi intelijen. Lebih jauh lagi, Jenderal Sun Tzu
mempunyai dalil yang dianut oleh para Hoakiau, "know the enemy and know
yoursel and you can fight a hundred battles with no danger of defeat!"


Para hoakiau itu tahu persis ada pejabat-pejabat yang suka uang, wanita
cantik, barang antik, dan sebagainya. Itu semua akan mereka atur agar jabatan
yang ada pada orang itu dapat dibeli atau sedikitnya tergadaikan. Segala
kelemahan para pejabat itu dan segala apa yang pernah diterima oleh para
pejabat itu, akan selalu tercatat pada memori mereka, untuk digunakan pada
kesempatan yang mendatang, baik untuk dirinya maupun untuk kepentingan sesama
Hoakiau.


Boleh jadi apabila pejabat itu kelak menyadari kekeliruannya, dan kemudian
haga dirinya bangkit, sindikat para Hoakiau akan membocorkan segala rahasia
yang ada pada mereka. Merupakan suatu ilusi bila kita menyangka bahwa para
Hoakiau itu dalam proyek besar bekerja secara perorangan. Naluri berorganisasi
dan naluri intelijen di kalangan para Hoakiau telah tertanam berabad-abad
lamanya.


Kita pernah mengenal organisasi Poh An Tui yang karena khawatir dengan
merdekanya rakyat Indonesia akan menyebabkan peranan ekonomi para Hoakiau
tergeser, segera menjadi mata-mata NICA dan menghantam para pemuda pejuang
kita pada zaman revolusi fisik dulu.


Pada zaman kemerdekaan para Hoakiau itu secara luwes menampakkan dirinya
melalui organisasi-organisasi BAPERKI yang segera menjadi alat negeri leluhur
RRC untuk memberikan bantuan besar-besaran kepada PKI guna mempersiapkan
pengkhianatan G30S/PKI yang membunuh para Jenderal patriot kita.


Kelakuan komplotan Hoakiau ini sebenarnya sudah diketahui sejak lama. Karena
itulah Seminar Angkatan darat 1966 menegaskan untuk mengganti sebutan Tionghoa
yang berbau "Cina uber alles" menjadi "Cina" saja yaitu sebutan internasional
bagi para Hoakiau.

About media

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments: