breaking

&Sabu

&Sabu

&Networks

&Networks

&Criminality

&Criminality

✦ ✦ Unlabelled ✦ Cina Hoakia Syndicates

Share This

Mungkin tidak banyak diantara anak-anak muda sekarang yang kenal nama Kartika
dan Thahir. Kedua nama itu sangat populer di tahun 1970-an. Kasus Kartika
Ratna alias Tan Kiem Giok, Cina Hoakiau kelahiran Nganjuk, telah membuktikan
betapa lihainya sindikat para Hoakiau membodohi pejabat-pejabat tinggi kita,
untuk menguras kekayaan rakyat Indonesia demi kepentingan mereka.


Kartika Ratna mula-mula diperkenalkan oleh Robin Loh kepada Thahir yang
merupakan orang kepercayaan Ibnu Sutowo. Robin Loh adalah seorang Hoakiau dari
Singapura yang dekat hubungannya dengan pejabat-pejabat Pertamina. Setelah
melalui periode samen-laven, janda cantik itu kemudian menjadi penterjemah
Thahir dalam perundingan-perundingan bisnis Pertamina. Ini berarti perempuan
Hoakiau itu tahu betul rencana-rencana Pertamina, dari A sampai Z. Dengan
sendirinya Robin Loh juga tahu persis setiap rencana Pertamina.


Mengingat pentingnya kedudukan Thahir, maka hubungan samen-laven diitngkatkan
menjadi hubungan suami-isteri. Dengan demikian hasil-hasil komisi yang
didapatkan Thahir dimasukkan ke dalam rekening bersama Thahir dan Kartika.
Permainan subversi sindikat Hoakiau ini telah membuat orang penting macam
Thahir hanya menjadi alat untuk keuntungan para Hoakiau semata-mata.


Kartika Ratna alias Tan Kiem Giok yang diorbitkan oleh sindikat Hoakiau ini
kemudian mempengaruhi Thahir dan pejabat Pertamina lainnya, untuk melakukan
mark up terhadap kontrak-kontrak Pertamina, antara 15% sampai 100% dengan
berbagai kontraktor asing. Ini berarti komisi yang diterima lebih banyak lagi.


Uang hasil komisi itu akhirnya dimanfaatkan untuk kepentingan permodalan
sindikat Hoakiau. Kartika dan Thahir dengan uang komisi itu kemudian bekerja
sama dengan Henry Kwee dan Liem Sioe Liong mendirikan perusahaan kontraktor
bernama First Realty International Corporation of Singapore. Perusahaan Real
Estate itu antara tahun 1973 dan 1975 kemudian menjadi pemborong proyek
perumahan Pertamina Village dan Pertamina Tower, yang tentunya meraup
keuntungan yang tidak sedikit.


Pada 23 Juli 1976 Thahir meninggal dunia. Kartika Ratna alias Tan Kiem Giok
yang ketika itu berada di Swiss, tidak berfikir untuk melayat suaminya di
Jakarta, tetapi langsung terbang ke Singapura. Rekening-rekening bersamanya
dengan Thahir di Chase Manhattan Bank dan The Hongkong & Shanghai Corporation
sebesar US$ 45 juta dikuras habis tanpa sisa.


Watak agresif dan serakah khas Hoakiau semakin nampak ketika Kartika Ratna
akan menguras hasil komisi di Bank Sumitomo sebesar DM 54 juta dan US$ 1,2
juta. Kartika menolak berbagi harta-waris dengan anak-anak Thahir. Karena
itulah skandal Kartika-Thahir terbongkar luas.


Kekuatan ekonomi para Hoakiau selama Orde Baru jauh lebih kuat dari masa
penjajahan dulu, jauh lebih kuat dari masa pendudukan Jepang, jauh lebih kuat
dari masa Orde Lama. Para Hoakiau itu selama Orde Baru melalui kerja-samanya
dengan para pejabat tinggi Indonesia, telah berhasil menduduki apa yang
disebut superior economic position yang tidak bisa digulingkan lagi.


Para Hoakiau dengan latar belakang kebudayaan yang agresif, ikatan darah yang
sangat kuat, tradisi mengorganisasi diri secara sentral, naluri intelijen yang
tajam, tradisi menyuap lawan, serta memiliki kesempatan-kesmepatan yang
diberikan Belanda, serta tidak adanya kesungguhan dari pemerintah RI untuk
mengangkat peranan ekonomi kaum pribumi, menyebabkan expansi ekonomi para
Hoakiau itu kian hari semakin maju ke arah jantung kehidupan ekonomi bangsa
Indonesia.


Sepanjang Orde Baru para Hoakiau telah meajai berbagai bidang, seperti
perbankan, perkayuan, sindikat beras dan gula, karet, semua bidang industri
(penggilingan terigu, pabrik semen, pabrik rokok, pabrik tekstil dan batik,
alat-alat rumah tangga, alat-alat kantor), perakitan mobil dan motor serta
perlengkapan elektronik lainnya, perdagangan umum, kontraktor, pemasok,
keagenan, pengangkutan barang dan jasa, ekspor-impor, real estate, bioskop,
perhotelan, sampai dengan kebutuhan rumah tangga seperti bumbu masak, dan
sebagainya.


Tokoh-tokohnya yang terkenal, antara lain Soedono Salim alias Liem Sioe Liong,
Yantje Harianto alias Yantje Liem, Suryadi alias Willy Liem Giok, Sutopo
Yananto alias Yap Swie Kie, Arif Husni alias Ong Seng Keng, Nyoo Han Siang,
Tong Djoe (Tunas Group), William Soeryadjaya alias Tjia Kian Liong, Tjia Kian
Tie, Benyamin Soeryadjaya alias Tjia Kian Yoe, Yan Darmadi alias Foek Yoo Yan,
Mas Agung Alias Tjio Wie Thay, Tjiputra, Agus Nursalim, Hendra Wijaya, Tjokro
Sumarto alias Kwee Som Tjok, Sofyan Wanandi alias Liem Bian Koen, Paul Handoko
alias Liem Po An, Robby Tjahjadi alias Sie Tjia Ie, dan banyak lagi.


Mengenai Robby Tjahjadi, yang telah diputus pengadilan bersalah dalam kasus
penyelundupan, dan harus mendekam di Cipinang, ternyata ia tidak pernah
merasakan "nikmatnya" berdomisili di Cipinang. Ketika itu hanya terlihat Abu
Kiswo, seorang pejabat Bea & Cukai yang diperalat Robby Tjahjadi. Dengan
kekuatan uangnya dan kedekatannya dengan petinggi, Robby tidak perlu
repot-repot menjalani hukuman di Cipinang, ia cukup membeli "pedang" aparat
penegak hukum.


Tentunya tidak semua Cina Hoakiau bersikap merugikan, banyak juga yang cinta
rakyat Indonesia dan membela tanah air serta meleburkan diri secara total.
Kepada mereka tidak layak disebut Hoakiau tetapi saudara sebangsa dan se tanah
air. Antara lain, mendiang Yap Thiam Hien, yang berani menegakkan keadilan
hukum di Indonesia. Ada pula Haji Abdul Karim Oey, tokoh pembauran, Bapak
Tjeng Hien (Direktur PT Bintang Tujuh), sesepuh PITI. Juga, Bapak HM Syafi'i
Antonio, M.Sc., pakar keuangan Islam, dan banyak lagi lainnya.


Kekuatan para Hoakiau yang sedemikian kuat dan besar, tidak saja menimbulkan
kecemburuan, namun pada akhirnya merugikan pemerintah itu sendiri. Orde Baru
yang sudah begitu banyak memberikan "surga" kepada mereka, kenyataannya harus
menerima kenyataan buruk, antara lain terjadinya pemberontakan ekonomi,
terjadinya capital flight dan capital drain yang menyebabkan krisis dan
kemelaratan secara nasional


Orde Gus Dur sudah seharusnya belajar dari kesalahan-kesalahan itu. Rakyat
sudah cukup menderita dimpimpin oleh dua diktator. Semoga tidak akan muncul
diktator ketiga dan seterusnya.

About media

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments: