breaking

&Sabu

&Sabu

&Networks

&Networks

&Criminality

&Criminality

✦ ✦ Unlabelled ✦ Uang adalah pelacur

Share This

TOMMY Winata sedang melakoni sebuah pepatah Cina. Nasib orang, kata ungkapan kuno itu, seperti roda pedati: sekali waktu di atas, sekali waktu di bawah. Dulu, ia kerap dijuluki "The Untouchable". Soalnya, selain disebut amat dekat dengan Cendana, bos Grup Artha Graha ini juga punya hubungan intim dengan petinggi militer.

Hari-hari ini, nasibnya sedang bergulir ke bawah. Banjir gugatan menderanya. Beberapa pengusaha mengadukannya telah menjarah bisnis mereka melalui tekanan-bahkan penganiayaan-tentara. Ia juga dituding sebagai tulang punggung Gang of Nine, yang mengendalikan berbagai bisnis ilegal. Empat bulan sudah ia bolak-balik diperiksa Kejaksaan Agung.

Taipan muda ini, 41 tahun, toh tenang-tenang saja. Sambil sesekali bercanda, dengan tangkas ia menjelaskan berbagai tudingan miring itu kepada Dwi Setyo Irawanto, Karaniya Dharmasaputra, dan Wenseslaus Manggut. Berikut petikan wawancara dengannya dua pekan lalu (selengkapnya, baca di TEMPO Interaktif: www.tempo.co.id).

Ada gelombang gugatan dari pihak yang bisnisnya Anda ambil alih?

Saya tidak mengerti apa yang mereka gugat. Saya kira, hukum harus dilihat secara jernih, bukan dengan kacamata Ray-Ban, yang bisa memanipulasi keadaan sebenarnya.
Misalnya, pengaduan penganiayaan dari Effendi Ongko dalam kasus Bank Umum Majapahit Jaya (BUMJ).

Saya tidak pernah merasa melakukan tindakan di luar hukum kepada Saudara Effendi. Beliau adalah kolega orang tua saya. Sumber masalahnya, permainan deposito palsu yang dijaminkan ke Bank Artha Graha (BAG).

Anda meminta aparat menganiayanya di Detasemen Intel Kodam Jaya?

Saya tidak pernah tahu Effendi ditahan. Dia kan bukan pengusaha kemarin sore. Sangat naif beranggapan dia tidak punya kawan untuk melakukan upaya yang bisa menjaga kepentingannya, secara fisik maupun hukum. Kalau benar disiksa, apa buktinya?
Katanya, ia dikeluarkan pada tengah malam, lalu dipaksa meneken perjanjian pengalihan asetnya.

Saat negosiasi, Effendi datang dari Surabaya, didampingi dua pengusaha kenamaan. Semuanya terang-terangan. Ada akta notarisnya. Memang, negosiasinya sangat lama. Itu yang menyebabkan berlangsung sampai tengah malam. Apa ada aturan yang melarangnya?

Jadi, Anda tidak melakukan tekanan apa pun?

Tidak pernah. Saya tidak menuduh, bisa saja untuk cia (makan) kami, flash back saja, lah. Saya meminta Anda melihat reputasinya berbisnis. Dalam kasus BUMJ itu, berapa banyak yang dirugikannya? Apakah namanya pernah terlibat tindakan kriminal pada 1960 atau 1970-an?

Jelasnya bagaimana?

Sudahlah, saya tidak mau menuduh. Kalau dia merasa dirugikan, cepat-cepat saja buat tuntutan.

Gugatan lain dari mantan direksi Bank Artha Prima (BAP) yang ditahan atas perintah Anda?

Itu sama saja. Saya tidak tahu ada stempel apa di kepala mereka tentang saya. Pada 1995, saya ditawari masuk ke BAP, tapi tidak tertarik. Baru pada 1997 kami menerima tawaran Bank Indonesia (BI).

Dan Anda berkolusi dengan pejabat BI?

Coba Anda periksa, berapa kali saya mengunjungi BI. Saat itu, kami diberi kesempatan untuk menyelamatkan BAP. Apa, sih, bedanya dengan sekarang? Dulu diambil alih BI lalu diserahkan kepada kami, sekarang lewat BPPN. Saya tidak habis mengerti, kenapa dituduh melakukan kekerasan dalam pengambialihan BAP. Kalau merasa dipaksa, tunjukkan siapa pelakunya. Toh mereka semua masih sehat, bukan orang hilang. Apalagi, di pihak mereka ada Bambang W. Soeharto, yang aktif di Komnas HAM. Ada upaya menyeret saya ke suatu killing ground

Apa masalah utama BAP?

Kondisinya parah. Ada kredit macet sekitar Rp 670 miliar. Dari jumlah itu, Rp 550 miliar dipakai orang yang dipasang pemegang saham lama. BI mengajukan syarat, kami harus menanggung kredit macet itu. Saya bilang, oke, tapi harus dilihat, sebelum kami masuk sudah ada pengaduan soal promes.

Berapa sebetulnya pinjaman BI yang Anda terima?

Semula, kami meminta kredit Rp 800 miliar. Setelah negosiasi berbulan-bulan, akhirnya disepakati Rp 530 miliar berupa pinjaman subordinasi.

Lo, bukannya Rp 1,2 triliun?

Itu jika dijumlahkan dengan kredit macet yang harus saya tanggung.

Pinjaman BI itu sudah dikembalikan?

Masih kami pakai. Kami hampir tidak pernah menggunakannya. Seluruhnya kita simpan dalam bentuk sertifikat Bank Indonesia (SBI), sekitar Rp 570 miliar.

Kapan harus dikembalikan?

Saya harus mencicilnya mulai tahun ke-15, dan harus sudah lunas pada tahun ke-25.

Bunganya berapa persen?

Rata-rata 6 persen.

Wah, Anda untung besar, dong.

Waktu itu, bunga SBI sekitar 13-14 persen, dan bunga deposito 18 persen. Ketika terjadi kenaikan suku bunga deposito sampai 85 persen, kami dikunci BI hanya sekian persen. Tapi, terus terang, kita memang mendapat income lumayan. Keuntungan itu kita gunakan memperbaiki BAP.

Apa, sih, yang membuat Anda diperiksa Kejaksaan?

Kejaksaan kan harus menangkap suara apa pun di era reformasi. Dan saya tidak merasa keberatan diperiksa. Sampai sekarang, saya belum tahu hasilnya.

Bisnis Anda begitu pesat karena bantuan militer?

Saya sudah berusaha sejak relatif muda. Memang, ada bantuan dari militer, tapi itu kerja sama resmi. Saya tetap harus mengikuti tender.

Khususnya dari Yayasan Kartika Eka Paksi (YKEP)?

YKEP hanyalah salah satu mitra. Saya sudah bekerja sama dengan Angkatan Darat (AD) sejak 1970-an. Dengan YKEP baru pada 1985.

Awalnya, nilai saham militer lebih besar dari milik Anda. Kemudian, yang terjadi sebaliknya. Jadi, Anda yang memperalat AD?

Itu semua berdasarkan kesepakatan. Win-win solution, lah. Saya kan tidak bisa mengendalikan AD.

Benarkah bisnis Anda jadi tempat pencucian dana dari luar negeri?

Saya ini orang dagang. Saya tidak bisa bilang sepenuhnya tidak bersalah. Tapi, saya tidak pernah dengan sengaja melakukan tindakan melawan hukum. Selama tidak melanggar, saya jalan terus. Saya tidak bilang money laundering itu boleh. Tapi, tolong tunjukkan, apa, sih, pengertian sebenarnya?

Jadi, benar, pesatnya BAG karena dana itu?

Ha-ha-ha.... Misalnya, seseorang membawa sejumlah dana ke Singapura, terus dipindah ke Swiss, lalu ke Hong Kong. Di sana ia mendirikan perusahaan. Labanya lalu dikirim kembali ke Indonesia. Apakah itu money laundering? Uang adalah pelacur paling high class. Asal ada jaminan keamanan dan peluang, dia pasti akan kembali.

Anda juga dikaitkan dengan pembobolan Bank Harapan Sentosa (BHS). Benarkah sehari sebelum likuidasi Anda membeli PT Artha Buana Sakti (ABS), yang menguasai aset BHS?

Saya tidak pernah berhubungan dengan ABS. Yang saya tahu, memang ada utang piutang antara BAP dan BHS. Mereka lalu membayar saya dengan enam lantai Plaza Gajah Mada, Jakarta.

Anda menguasai 20 persen saham ABS?

Tidak benar itu. Kalau ada, nanti saya bagi, ha-ha-ha.... Saya tidak tahu persis teknisnya, apa enam lantai itu dijaminkan dulu sebagai saham atau tidak.

Kasus lain, pemilik tanah di kawasan Sudirman yang Anda bebaskan mengaku tidak dibayar?

Tidak benar itu.

Gugatan Abdul Aziz, misalnya?

Saya kira, itu merupakan opini. Saya tidak mengerti, siapa itu Abdul Aziz. Kalau dia punya bukti autentik, kenapa tidak menempuh jalur hukum?

Kalau gugatan Hartono-Planet Bali?

Hartono meminjam uang dari bank saya. Jika tidak sedikit pun dia membayar bunga pinjaman, apa yang harus saya lakukan?

Anda merekayasa pencabutan izin usahanya?

Tidak benar itu. Pemerintah Daerah Bali membekukannya karena melihat usahanya tidak sesuai dengan izin yang dikeluarkan. Lalu, gua harus tetap membiayainya? Enggak mungkin, dong.

Sumber kami menyebut, Anda adalah tulang punggung Gang Of Nine.

Gang Of Nine? Apa itu? Baru hari ini gua dengar soal itu.

Kabarnya, melalui gang ini Anda mengendalikan jaringan perjudian, penyelundupan, dan narkotik.

Saya tidak pernah terlibat dalam bisnis seperti itu. Apalagi obat-obatan yang bikin fly itu. Apa, sih, namanya? Ecstasy atau Inex, maksudnya? Apa...? Yonex...? Gua enggak tahu, lah. Masa, semua urusan kayak begitu, gua yang jadi taukenya?

Kalau perjudian di Jalan Kunir?

Tolong, Anda cari orang yang mengatakan saya punya saham di sana. Kalau ada, kita kasih ke siapa, lah. Itu kan uang hantu. Jadi, biar tuyul yang memakannya, ha-ha-ha....

Anda kenal Edi Porkas?

Dia saya kenal baik. Nama aslinya Edi Winata. Tapi, ia bukan adik saya.

Anda punya saham di Sumber Auto Graha yang dituding menyelundupkan mobil mewah?

Tidak ada. Kasihan itu si Iwan. Dia tidak pernah memasukkan mobil built-up. Memasukkan dan menjual mobil built-up kan jelas berbeda.

Sejauh mana hubungan Anda dengan Aguan, Haryadi Kumala, Iwan Cahyadi, Yorrys, Arief Cocong, Edi Porkas, Arie Sigit, Jony Kusuma, yang disebut Gang Of Nine?

Iwan itu kawan saya. Yorrys juga. Saya kenal Yorrys pada 1970-an di Irian. Kalau saya susah, dia datang membantu. Kalau dia susah, saya ikut membantu. Aguan itu senior saya. Pak Aguan-lah yang menolong saya pada 1983 dan menjadikan saya mitranya. Haryadi Kumala adalah partner usaha saya sejak dulu. Itu saja.

Orang sering menganggap Anda sebagai mafia.

Terus terang, baru kali ini saya mendengar hujatan yang begini vulgar. Cuma, saya kan tidak bisa selalu mendengarkan kicauan burung gereja. Gua bisa gila.

Pada era Soeharto, bisnis Anda lancar. Sekarang, Anda digoyang, bahkan dicekal.

Saya tidak merasa digoyang-goyang. Kalau dicekal, buat saya itu bagian dari proses hukum. Bahwa saya tidak boleh ke luar negeri, sedikit pun saya tidak keberatan. Saya akan merana kalau diusir ke luar negeri.

Hubungan Anda dengan Habibie bermasalah?

Kata siapa? Saya tidak merasa ditekan Habibie. Apa begitu bernilainya saya sehingga dihadap-hadapkan dengan Pak Habibie? Beliau jadi presiden, perusahaan saya masih beroperasi normal. Bahwa sekarang diperiksa, itu pelajaran buat saya. Dan kalau misalnya dinyatakan bersalah, saya kan punya kesempatan memperbaikinya. Toh saya masih 41 tahun.

About media

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
«
Next
Newer Post
»
Previous
Older Post

No comments: