breaking

&Sabu

&Sabu

&Networks

&Networks

&Criminality

&Criminality

Setelah berencana membangun lembaga pemasyarakatan (Lapas) narkoba dikelilingi kolam buaya, Kepala Badan Narkotika Nasional, Komjen Pol Budi Waseso (Buwas), kembali melontarkan wacana unik tentang hukuman bagi bandar narkoba.

Buwas ingin para bandar narkoba dijadikan santapan buaya sebagai hukuman setimpal. Ide tersebut dilatarbelakangi kegeraman Buwas terhadap hukuman yang dijatuhkan kepada bandar narkoba yang dinilai masih ringan. Padahal di negara tetangga, seperti Malaysia, Singapura, dan Australia, para bandar dan pengguna narkotika dihukum gantung.

“Freddy Budiman itu contohnya. Sampai sekarang masih bisa menghirup udara segar, bahkan menggunakan fasilitas dan bisa mendatangkan artis untuk melayani birahinya di dalam sel. Ke depan, hukuman bagi pengguna dan bandar narkoba harus dihabisi.

Apakah ditembak mati, digantung atau dijadikan makanan buaya,” kata Buwas saat Diskusi Panel Mengatasi Indonesia Darurat Narkoba di Hotel Aston, Medan, Selasa (10/11). Buwas mengakui, salah satu penyebab masih ringannya hukuman para pengguna dan bandar narkoba adalah masih ada oknum polisi dan BNN yang menjadi makelar kasus atau markus.

Oknum ini dalam penindakan memberikan keringanan bagi pengguna narkoba dengan cara mengurangi pasal. “Mau pasal berapa? Rehab atau pidana? Kalau rehab bayar berapa? Itulah yang terjadi selama ini, makanya mudah terkontaminasi. Di semua lini sudah kena.

Oleh karena itu, ke depan saya tidak mau lagi mendengar ada markus,” bebernya. Keseriusan Buwas karena dia menilai saat ini Indonesia masuk kategori darurat dan perang terhadapnarkotika. Sebab, adasekitar 5,9 juta jiwa masyarakat yang dinyatakan positif pengguna narkoba. Bahkan korban meninggal akibat ketergantungan narkotikarata-ratamencapai30-40 orang dalam sehari.

“Narkoba ini pembunuh massal. Dampak dari penggunaanya sangat fatal karena kerusakan yang ditimbulkan permanen. Ini hasil penelitian pihak medis, bukan penelitian Budi Waseso,” ujarnya. Masih kata Buwas, hal yang memprihatinkan adalah sasaran para bandar dan pengedar narkoba adalah pelajar sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA).

Bahkan ada mulai menyasar siswa sekolah taman kanak-kanak. “Ini ancaman serius,” tegasnya. Selama di Medan, Buwas melakukan berbagai aktivitas seperti memusnahkan barang bukti narkoba bersama Kapolresta Medan Kombes Pol Mardiaz Kusin Dwihananto dan Plt Gubernur Sumut Tengku Erry Nuradi di halaman Polresta Medan.

Barag bukti narkoba yang dimusnahkan, yaitu 13 kilogram (Kg) sabu-sabu, 22.000 butir pil ekstasi, dan 4,5 Kg ganja. Kapolresta Medan Kombes Pol Mardiaz Kusin Dwihananto menjelaskan, barang bukti narkoba yang dimusnahkan merupakan hasil pengungkapan berbagai kasus narkoba, di antaranya penggerebekan sabu- sabu asal China dari Kompleks Perumahan Taman Perwira Indah (TPI) No 22 B Jalan Perwira, Kelurahan Sunggal Kecamatan Medan Sunggal, Selasa (3/11).

Dari penggerebekan tersebut, kepolisian mengamankan dua tersangka, yaitu Tomi, 22, dan Hendra, 35. Mantan Kabareskrim Polri ini juga mengunjungi Lapas Tanjung Gusta Medan dan berbincang dengan Kepala Lapas Tanjung Gusta Arpan, Selasa (10/11) sore. Buwas menilai saat ini jumlah sipir masih sa-ngat kurang sehingga tidak maksimal dalam melakukan pembinaan kepada para narapidana.

“Bagaimanapun, kondisi lapas menjadi satu pertimbangan kami. Beban lapas yang begitu besar dengan kemampuan terbatas, membuat sistem pembinaan terhadap warga binaan tidak berjalan maksimal. Jadi inilah yang perlu dikerjasamakan antara lapas dalam hal ini Kemenkum-HAM, BNN dan Polri.

Tiga instansi ini tidak bisa terpisahkan, berhubungan dan berkaitan dengan persoalan narkotika,” ujarnya. Sementara itu, Kalapas Tanjung Gusta Arpan mengatakan, saat ini dari 2.443 warga binaan, di antaranya ada beberapa bandar narkoba. Sebanyak 62 orang menjalani hukuman seumur hidup dan lima dari enam orang yang mendapatkan hukuman mati merupakan warga binaan kasus narkoba.

“Dari 2.443 warga binaan tersebut, kekuatan pegawai lapas hanya 17 orang. Itulah yang membuat kami kadang kecolongan, seperti peredaran ponsel, kadang narkoba. Bagaimana mengawasi jumlah itu dari lantai 1 sampai 3 dengan kemampuan terbatas,” bebernya. Menurutnya, kebutuhan pegawai minimal untuk pengawal lapas sebanyak 75 orang dalam satu regu. “Sekarang yang kami lakukan berdoa campur berdukun,” pungkasnya.
Badan Narkotika Nasional (BNN) menangkap tiga warga negara Cina setelah kedapatan menyimpan narkotik jenis sabu seberat 157 kilogram di perumahan Pluit Karang Elok, Penjaringan, Jakarta Utara, Sabtu, (22/11).

Kepala BNN Komisaris Jenderal Anang Iskandar mengatakan ada dua pria dan seorang wanita yang ditangkap. Pelaku, katanya, menyimpan barang haram itu bersama mainan dan makanan berupa manisan.

"Rencananya, sabu itu akan diedarkan ke beberapa kota besar di Indonesia," ujar Anang.

Tiga warga Cina yang ditangkap masing-masing bernama Xiao Jin Zeng (43 tahun), Chen Wei Biao (44), dan Li Lin Fei (32). Menurutnya, penangkapan ini berawal dari informasi masyarakat bahwa akan ada pengiriman sabu dalam jumlah besar dari Cina melalu jalur laut.

Petugas lantas mengecek beberapa perusahaan jasa pengiriman barang. Dari pengintaian itu, sabu dari Cina tiba di gudang pada pukul 11.00 WIB. Pada pukul 15.00 WIB, petugas langsung menggerebek ketiga tersangka bersama barang bukti tersebut.

Anang mengatakan ketiga pelaku ini merupakan anggota jaringan baru yang mencoba membuka bisnis sabu di Indonesia. Hasil pemeriksaan sementara menyebutkan mereka masuk ke Indonesia melalui jalur resmi karena memiliki paspor dan surat izin lain.
BNN mengukir sejarah dengan menggagalkan penyelundupan sabu seberat 800 kg dari jalur laut. Sabu itu diselundupkan mafia narkoba asal Hongkong, Wong Chi Ping alias Surya Wijaya. Seperti apa alur penyelundupan Wong Chi Ping?

Dalam berkas dakwaan yang diperoleh detikcom, Kamis (27/8/2015), upaya penyelundupan itu pertama kali direncanakan pada tahun 2014. Berikut kronologinya:

April 2014

Wong disuruh seseorang dari Hongkong bernama Ahyi bahwa ada kiriman sabu seberat 800 kg dari Filipina. Lantas, Wong langsung mencari orang.
Dia meminta temannya bernama Sujardi untuk mencari nahkoda kapal supaya bisa melakukan transaksi di tengah laut. Lantas, Sujardi mengenalkan Wong dengan Ahmad Wijaya dan akhirnya mereka bertemu. Ahmad kemudian diperintah menjadi nahkoda kapal agar transaksi bisa dilakukan.

Selain nahkoda kapal, Ahmad juga meminta seseorang bernama Syarifudin Nurdin untuk menjadi sopir mobil boks di Jakarta. Rencananya, bila transaksi di laut berhasil, Syarifudin lah yang akan mengantarkan barang haram itu ke markas mereka.

Setelah itu, Wong tidak tanggung-tanggung dia mengontrak sebuah kapal laut penangkap ikan seharga Rp 500 juta dengan jangka waktu 3 bulan. Wong juga meminta rekannya untuk membeli 2 buah mobil minibus yang rencananya digunakan untuk mengangkut sabu kiriman tersebut.

Setelah moda transportasi siap, Wong membuat sebuah markas di wilayah Citra Garden, Jakarta Barat. Rumah itu dikontrak Wong sebagai markas mereka. Sindikat Wong kembali merekrut orang untuk diperbantukan, dia merekrut 2 WN Cina yaitu Tam Siu Liung dan Siu Cheuk Fung. Kedua orang itu diperkajakan untuk memodifikasi markas Wong Chi Ping di Citra Garden.

Wong terus merekrut orang untuk membuat kerajaanya makin perkasa. Dia kembali merekrut seseorang atas nama Tan See Ting untuk menjadi pengemudi Wong di Jakarta. Dengan demikian Wong memiliki 2 driver yaitu Tan See dan Syariffudin. Selain driver, Wong juga memerintahkan Ahmad untuk mencari ABK. Dan akhirnya, Wong menemukan orang bernama Andika untuk menjadi ABK kapal.

31 Desember 2014

Wong mendapat kabar bahwa kapal pengangkut sabu dari Filipina akan berangkat ke Indonesia. Wong lantas menyiapkan kapal laut yang sudah disewanya untuk berangkat melakukan transaksi. Wong dengan bandar besarnya sudah sepakat menentukan kordinat di mana mereka akan melakukan transaksi di daerah Kepulauan Seribu.

2 Januari 2015

Disepakati tanggal ini sebagai tanggal transaksi. Kapal Wong sudah berangkat dari Jakarta menuju Pulau Pramuka. Jarak dari Pulau Pramuka ke lokasi transaksi memakan waktu 5 jam. Tetapi hal itu tidak berlangsung mulus. Kapal Wong Chi Ping mati dan butuh 1 hari untuk perbaikan.

3 Januari 2015

Transaksi baru bisa dilakukan. Sabu seberat 800 Kg itu akhirnya berpindah ke kapal Wong. Setelah proses transaksi selesai, kapal milik Wong pulang ke Jakarta. Lagi-lagi perjalanan mereka tidak mulus. Kapal terpaksa bersandar karena ada gelombang besar.

5 Januari 2015

Akhirnya kapal itu bersandar di dermaga Dadap, Tangerang. Barang haram dengan jumlah banyak itu langsung dipindah ke mobil untuk dihitung di darat. Selanjutnya, Wong memerintahkan supaya mobil pengangkut sabu tersebut segera menuju pusat perbelanjaan di wilayah Taman Surya, Kalideres, Jakarta Barat.

Di sinilah aksi Wong Chi Ping dihentikan BNN. Rupanya transaksi mereka dari tengah laut sudah diikuti oleh BNN. Ketika mobil terparkir, Wong dan kawan-kawan langsung diciduk di halaman parkir pusat perbelanjaan tersebut. Kisah perjalanan Wong ternyata berakhir pada hari kelima di tahun 2015. Wong langsung diciduk ke markas BNN. Sabu 800 kg miliknya pun dimusnahkan tak berapa lama pasca penangkapan tersebut.

Kasus Wong berlanjut ke meja hijau. Wong dkk didakwa pasal 114 tentang kepemilikan sabu dan pasal 132 tentang kemufakatan jahat UU Narkotika. Ancaman hukuman mati menanti Wong dan rekan-rekannya.